Oleh : Heni Setiyaningsih
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kepustakawanan atau dalam istilah asing
dikenal dengan librarianships pada intinya adalah sebuah profesi, yaitu
pustakawan. Undang-undang
tentang perpustakaan muncul pada tahun 2007 yaitu Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2007. Hal ini menjadi pemerhati bagi perpustakakan dan
pustakawan di Indonesia karena dalam undang-undang tersebut pustakawan adalah
seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau
pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
melaksanakan pengelolaan fasilitas serta layanan perpustakaan dengan baik. Jadi seseorang yang berkompetensi dapat
menjadi seorang pustakawan. Dalam undang-undang tersebut juga di sebutkan Tenaga perpustakaan terdiri
dari pustakawan dan
tenaga teknis perpustakaan,
Perpustakaan dipimpin oleh pustakawan atau
tenaga ahli dalam
bidang perpustakaan. , Standar tenaga perpustakaan (kualifikasi,
kompetensi, dansertifikasi). Oleh karena itu
pustakawan di tuntut untuk memiliki profesionalisme dalam bekerja. Sertifikasi
merupakan instrumen untuk mengetahui kompetensi pustakawan dalam bekerja.
Dalam
karya ilmiah yang berjudul “Pengembangan dan Pembinaan Karier Menuju Serifikasi
Pustakawan” ini akan di bahas mengenai kompetensi apa yang di butuhkan oleh seorang pustakawan
agar dapat mengikuti sertifikasi sehingga dapat melakukan pengembangan
kariernya, selain itu unsur dasar kompetensilah yang menjadi dasar dan syarat
agar pustakawan bisa mengikuti sertifikasi. Dengan adanya sertifikasi diharapkan semua pihak baik pemberi sertifikasi dan penerima sertifikasi memahami betul perlunya tenaga pustakawan yang kompeten di bidangnya untuk mengantar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang literatur yaitu bangsa yang cerdas, kritis dan etis. Program sertifikasi
pustakawan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam rangka
menuju terwujudnya pengakuan terhadap kompetensi dan profesionalisme pustakawan
di Indonesia. Melalui karya ilmiah ini diharapkan diperoleh
gambaran yang terkait dengan isu dan permasalahan program sertifikasi
pustakawan di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.2.
Rumusan
masalah
Banyak persoalan yang muncul terkait
dengan sertifikasi pustakawan untuk mengikuti sertifikasi pustakawan terkait
dengan pengembangan karier karena banyaknya pertanyaan dan tantangan seperti :
a. Kompetensi
dasar apa yang harus di miliki pustakawan untuk dapat mengikuti program
sertifikasi ?
b. Apa
pengembangan karier bagi pustakawan ?
c. Bagaimana
program sertifikasi pustakawan dan keterkait dengan isu ssertifikasi pustakawan
?
1.3.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, maka penulisan ini bertujuan untuk
a. Mengetahui
apa saja kompetensi dasar dan pendidikan yang harus di miliki oleh seorang
pustakawan agar dapat mengikuti program sertifikasi sehingga dapat meperoleh
tunjangan yang lebih.
b. Dapat
mengetahui pengembangan karier dalam pustakawan.
c. Untuk
dapat mengetahui program sertifikasi seorang pustakawan dan dapat mengetahui
apakah program sertifikasi masih dalam isu atau sudah terealisasikan.
1.4.
Tujuan
Manfaat
dari penulisan ini adalah :
a. Untuk
menambah wawasan dan pengetahuan penulis terkait dengan kompetensi dasar
pustakawan, Pengembangan karier pustakawan, Program sertifikasi pustakawan dan
untuk mengetahui program sertifikasi masih dalam isu atau tidak.
b. Sebagai
masukan untuk pemerintahan agar dapat memperhatikan sertifikasi pustakawan
terkait isu-isu yang muncul.
c. Sebagai
bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut oleh peneliti lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan
dan Pembinaan karir menuju sertifikasi pustakawan sedang menjadi polemik bagi
pustakawan saat ini. Masalah ini pernah di bahas pada seminar dalam artikelnya
yang berjudul “isu sertifikasi pustakawan”
Pengembangan
karir seorang pustakawan sangat mendukung adanya sertifikasi. Pengembangan
karir adalah akivitas-aktivitas untuk mempersiapkan seseorang individu pada
kemajuan jalur karir yang direncanakan. Pustakawan telah diakui menjadi sebuah
jabatan fungsional berdasarkan SK
MENPAN No. 18 Tahun1988 .
Jabatan fungsional keahlian dibagi ke dalam empat jenjang jabatan yaitu jenjang
utama ,jenjang madya ,jenjang muda ,jenjang pertama . Menurut Undang-undang
nomor 8 Tahun 1974 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Pokok-pokok Kepegawaian bahwa “Pengembangan PNS dalam jabatan di
lingkungan instansi pemerintah dilakukan melalui jabatan karier yaitu jabatan
struktural dan jabatan fungsional”.
Amanat UU No. 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan menyatakan bahwa “Pustakawan harus memenuhi kualifikasi sesuai
dengan Standar Nasional Perpustakaan (SNPerp), yaitu: kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikasi”. Hasil dari sebuah kompetensi seorang pustakawan
adanya sertifikasi tersebut. Sertifikasi dianggap penting bagi seorang
pustakawan seperti yang diungkapkan oleh Titiek Kusmiyati dalam artikelnya
“sertifikasi seperti sebuah SIM dimana
seorang pemegang SIM sudah dianggap mampu dan mempunyai lisensi mengemudikan
mobil” . Di dunia perpustakaan ,sertifikasi bermanfaat untuk mengembangkan
tenaga perpustakaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak .
Peraturan Pemerintah No.23 tahun
2004 atas amanat UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ”Merupakan badan
yang berwenang atas sertifikasi kompetensi”. Sertifikasi pustakawan sebagai
perwujudan bukti kompetensi pustakawan dinyatakan dalam bentuk sertifikasi
profesi.Di dalam pelaksanaan uji kompetensi dalam kerangka sertifikasi harus ada Lembaga Sertifikasi
Profesi ( LSP ) dan asosiasi profesi ( IP bisa diambil peran besar tentunya)
dengan memperoleh lisensi untuk menguji kompetensi pustakawannya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kompetensi dasar
pustakawan untuk dapat mengikuti program sertifikasi.
Pustakawan adalah PNS yang di beri
tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwewenang untuk melakukuan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit
perpustakaan, dokumentasi dan informasi di instansi pemerintah atu unit tertentu
( Peraturan kepala Perpusnas No.2 th. 2008 ) sedangkan Perpustakaan dikehendaki sebagai Institusi
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekan secara
profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka. Oleh karena itu
pustakawan harus bersikap profesional dalam mengelola suatu perpustakaan. Seperti
yang sudah tertuang dalam UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, yaitu “Pustakawan adalah seseorang yang memiliki
kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan
serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan
pelayanan perpustakaan”. Artinya pustakawan adalah pegawai yang mampu
mengelola dan mengembangkan perpustakaan dengan kompetensinya. Kompetensi
menurut SKKNI DepNakertrans, 2012 adalah suatu kemampuan menguasai dan
menerapkan pengetahuan, ketrampilan/keahlian dan sikap kerja tertentu di tempat
kerja sesuai dengan kinerja yang dipersyaratkan. Seorang pustakawan harus mempunyai kompetensi karena kompetensi
dianggap penting sehingga para pimpinan perpustakaan mulai mensyaratkan
kompetensi bagi pustakawan dengan tujuan:
1. Menstimulasi
layanan unggulan
2. Menyediakan
dokumen yang membantun pengembangan uraian tugas ( Job Description) dan
sarana mengevaluasi jawaban profesinya
3. Memperbaharui
antusiasme para pustakawan terhadap profesinya
4. Membantu
perencanaan program pengembangan pegawai secara berkelanjutan
5. Menyediakan
dokumen yang dapat digunakan dalam pengembangan kebijakan, terutama yang
berhubungan dengan organisasi dan susunan pegawai perpustakaan
6. Mengajarkan
masyarakat lembaga pemerintahan dan lembaga donor tentang pentingnya
keterampilan dan pengetahuan bagi pustakawan profesional (NJLA. 2005).
Kompetensi
sangat erat kaitannya dengan kewenangan, orang yang kompeten adalah orang yang
memiliki kemampuan dan sekaligus juga kewenangan. Untuk itu diperlukan komitmen
dan kompetensi pustakawan untuk memenuhi harapan masyarakat pemustakanya. Jenis
kompetensi dapat dibedakan menjadi dua :
(a)
Kompetensi fungsional yaitu pengetahuan pada sumber-sumber informasi,
teknologi, manajemen, penelitian yang digunakan untuk menyediakan layanan.
(b) Kompetensi personal yaitu
keterampilan, perilaku yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara
efektif sebagai komunikator, meningkatkan kemampuan dan dapat bertahan terhadap
berubahan dan perkembangan jaman.
Dengan kompetensi tersebut pustakawan
mampu membangun dan mengembangkan perpustakaan dapat tumbuh dimana-mana,
membangun masyarakat yang cerdas, masyarakat pembelajar (learning society), artinya perpustakaan berperan ikut serta
mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu sudah sepatutnya pustakawan diberikan
kesempatan untuk meniti karir sampai pada jenjang tertinggi Pustakawan Utama ( diangkat
oleh Presiden) atau pangkat Pembina Utama (Golongan ruang IV/e), bahkan
berdasarkan Keputusan Presiden No. 147
Tahun 2000 diberikan kesempatan perpanjangan Batas Uisa Pensiun (BUP) sampai 60
tahun bagi Pustakawan Madya, Pustakawan Muda dan Asisten Pustakawan Madya
(sekarang Pustakawan Penyelia). Dan diperpanjang sampai dengan usia 65 tahun
bagi Pustakawan Utama. Sudah selayaknya perlu dibangun karakter dan citra
pustakawan terasa lebih baik tatkala seorang pustakawan mampu melaksanakan
tugasnya secara rasional dan proporsional terhadap dukungan tugas pokok dan
fungsinya dengan cara memiliki kompetensi dan berkompeten. Di sisi lain lembaga
kerja perpustakaan tempat dimana pustakawan juga harus mengapresiasikan
keberadaan pustakawan profesi. Merujuk implementasi Keputusan Presiden No. 87
Tahun 1999 tersebut diatas, sejatinya harus ada keserasian dan keselarasan
antar pangkat, jabatan, usia, masa kerja, diklat dan potensinya, dengan kata
lain setiap kenaikan pangkat harus diikuti kompensinya. Pustakawan adalah
pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana penyelenggara tugas
utama kepustakawanan pada unit-unit perpustakan, dokumentasi dan informasi. Jadi
semua yang menyangkut kehidupan sebuah perpustakaan sangat tergantung pada
pustakawannya. Terutama jika pustakawan sudah dianggap atau diterima sebagai
profesional, merekalah yang harus menentukan hidup matinya perpustakaan. Secara
sederhana pustakawan seharusnya melakukan peran utama, dan tidak hanya sekedar
melakukannya dengan benar namun terlebih melakukan yang benar dalam menjawab
setiap perubahan kejadian. Namun sayangnya sampai saat ini standar kompetensi
pustakawan di Indonesia masih dalam proses penyusunan sehingga belum jelas pedoman yang dijadikan sebagai acuan
untuk kompetensi pustakawan seperti ukuran,
sistem, aturan main, materi uji kompetensi dan sebagainya.
3.2 Pengembangan
Karier pustakawan.
Karir adalah semua pekerjaan atau
jabatan yang dipegang selama kehidupan kerja seseorang (Handoko, 2000:123).
Jadi istilah karir tidak hanya berhubungan dengan individu yang mempunyai
pekerjaan yang statusnya tinggi saja melainkan posisi pekerjaan atau jabatan
yang dipegang oleh orang-orang selama riwayat pekerjaannya, tidak pandang
tingkat pekerjaan atau tingkat organisasinya. Kemajuan karir seseorang dapat
terwujud jika dia telah memahami tentang pengembangan karir. Pengembangan karir
itu sendiri meliputi aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan seorang individu
pada kemajuan jalur karir yang direncanakan dan diharapkan dengan adanya
pengembangan karir seseorang akan mendapatkan hak-hak yang lebih baik dari apa
yang diperoleh sebelumnya baik material maupun
nonmaterial. Setiap orang yang mempunyai pekerjaan diharapkan dapat
mengembangkan karirnya dengan penyusunan prasyarat yang harus dimiliki oleh
seseorang tersebut. Prasyarat tersebut harus memenuhi kriteria yang sudah ditentukan
seperti: prestasi, bobot tugas/pekerjaan, adanya lowongan jabatan, efisien, dan
lain-lain. Pengembangan karir ini pun juga dirasa penting bagi seorang
pustakawan yang diharapkan dapat menghasilkan pustakawan yang berkualitas,
profesional, bertanggung jawab, jujur dan lebih mampu serta akuntabel dalam
pemberian pelayanan publik. Sebuah organisasi atau lembaga termasuk dalam hal
ini perpustakaan dikatakan bermutu apabila kualitas pelayanan yang diberikan
kepada publik telah memperoleh pengakuan dari masyarakat. Oleh karena
pustakawan harus memahami standar perpustakaan dan standar pustakawaan serta
mengaplikasikannya agar dapat mengembangkan kariernya.
Standar
tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan, tenaga teknis perpustakaan dan
tenaga ahli perpustakaan. Untuk menjadi seorang kepala perpustakaan diharapkan
seseorang menjabat sebagai pustakawan atau setidak-tidaknya menjadi tenaga ahli
perpustakaan. Sedangkan tenaga teknis perpustakaan itu biasanya diambil dari
seseorang nonpustakawan dapat juga pustakawan yang secara teknis mendukung
pelaksanaan fungsi perpustakaan.
Standar seorang
pustakawan sebagai berikut:
·
Pustakawan
harus memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau diploma
empat (D-IV) di bidang perpustakaan dari perguruan tinggi yang terakreditasi.
·
Seseorang
yang memiliki kualifikasi akademik serendah-rendahnya sarjana (S-1) atau
diploma empat (D-IV) di luar bidang perpustakaan dari perguruan tinggi yang
terakreditasi juga dapat menjadi pustakawan setelah lulus pendidikan dan
pelatihan bidang perpustakaan.
·
Pendidikan
dan pelatihan di bidang perpustakaan diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional
atau lembaga lain yang diakreditasi oleh Perpustakaan Nasional atau lembaga
sertifikasi yang diatur oleh Perpustakaan Nasional RI.
·
Pustakawan
harus memiliki kompetensi profesional yang mencakup aspek pengetahuan,
keahlian, dan sikap kerja, dan kompetensi personal yang mencangkup aspek
kepribadian dan interaksi sosial. Dan jika seorang pustakwana memiliki
kompetensi tersebut akan mendapat penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
dan jaminan kesejahteraan sosial yang sudah ditetapkan di peraturan Kepala
Perpustakaan Nasional RI.
·
Pustakawan
harus memiliki sertifikat kompetensi kepustakawanan yang diberikan oleh lembaga
sertifikasi mandiri atau lembaga pendidikan yang terakreditasi dan ditetapkan
oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI.
Standar seorang kepala perpustakaan sebagai berikut:
·
Kepala
perpustakaan harus mempunyai tugas memimpin, mengelola, dan mengembangkan
perpustakaan dan memiliki kompetensi profesional, kompetensi personal,
kompetensi manajerial, dan kompetensi kewirausahaan sesuai dengan jenis
perpustakaan.
·
Kepala
Perpustakaan Nasional, perpustakaan provinsi, perpustakaan kabupaten/kota, dan
perpustakaan perguruan tinggi adalah pustakawan atau tenaga ahli di bidang
perpustakaan.
·
Kriteria
kepala perpustakaan sebagai berikut :
a. memiliki kualifikasi akademik
paling rendah sarjana (S-1) atau Diploma IV (D-IV) untuk perpustakaan provinsi
dan kabupaten/kota, magister (S-2) untuk perpustakaan perguruan tinggi dan
Perpustakaan Nasional;
b. memiliki pengalaman bekerja di
perpustakaan sekurang-kurangnya 5 tahun kecuali 10 tahun untuk Perpustakaan
Nasional;
c. menguasai bahasa Inggris baik
lisan maupun tertulis;
d. menguasai
teknologi informasi;
Standar
tenaga ahli perpustakaan sebagai berikut:
·
Tenaga ahli di bidang perpustakaan adalah pustakawan yang
memiliki kapabilitas (kemampuan dan kecakapan dalam bidang perpustakaan),
integritas (keadaan yang mewujudkan suatu kesatuan yang utuh sehingga memiliki
potensi dan kemampuan di bidang perpustakaan yang memancarkan kewibawaan,
kejujuran, dan kesetiaan), dan kompetensi (kemampuan yang mencakup aspek
pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap kerja yang dibuktikan dengan
sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau lembaga
pendidikan yang terakreditasi di bidang perpustakaan).
·
Kemampuan dan kecakapan dalam bidang perpustakaan harus
diperoleh dari pendidikan paling rendah S-1 (strata satu), dan pengalaman bekerja
di perpustakaan minimal 5 (lima) tahun.
Standar
tenaga teknis perpustakaan :
·
Tenaga
teknis perpustakaan harus melaksanakan kegiatan yang bersifat membantu
pekerjaan fungsional yang dilaksanakan pustakawan, serta melaksanakan pekerjaan
perpustakaan lainnya.
·
Tenaga
teknis perpustakaan terdiri atas tenaga teknis komputer, tenaga teknis audio
visual, tenaga teknis ketatausahaan, tenaga teknis asisten perpustakaan,
dan/atau tenaga teknis lainnya yang diatur oleh peraturan Kepala Perpustakaan
Nasional RI.
·
Tenaga
teknis perpustakaan memiliki kualifikasi akademik paling rendah diploma II
(D-II) ditambah pendidikan dan/atau pelatihan sesuai bidang tugasnya.
·
Tenaga
teknis perpustakaan harus memiliki kompetensi profesional (aspek pengetahuan,
keahlian, dan sikap kerja) dan kompetensi personal (aspek kepribadian dan
interaksi sosial) yang kedepannya akan memperoleh penghasilan di atas kebutuhan
hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
·
Tenaga
teknis perpustakaan harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan bidang
tugasnya yang diberikan oleh lembaga sertifikasi mandiri atau lembaga
pendidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional
RI.
3.3 Program sertifikasi pustakawan.
Sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui asesmen kerja
nasional Indonesia atau internasional yang berpedoman BNSP 202 Rev.2-2009. Bagi
pustakawan yang melalui proses sertifikasi dan lulus uji kompetensi kepada
mereka akan diberikan sertifikat. Oleh karena itu Kemudian
ada beberapa pertimbangan sebagai tindak lanjut sertifikasi pustakawan yang
diperoleh dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yaitu: Sertifikasi
pustakawan sebagai perwujudan bukti
kompetensi pustakawan dinyatakan dalam bentuk sertifikasi profesi. Didalam
pelaksanaan uji kompetensi dalam kerangka sertifikasi harus ada Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP), dan Asosiasi Profesi (Ilmu Perpustakaan bisa ambil
peran besar tentunya) dengan memperoleh lisensi untuk menguji kompetensi
pustakawan.
Pelaksanaan
uji kompetensi, sebagai berikut :
1) Uji
kompetensi dalam rangka sertifikasi kompetensi kerja dilakukan oleh LSP yang
telah memiliki lisensi dari BNSP
2) Dalam
hal LSP untuk bidang profesi tertentu belum terbentuk, uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi
dilakukan oleh BNSP dengan membentuk panitia teknis
3) Pelaksaaan
sertifikasi kompetensi dimaksud ayat (1) dan (2), harus memenuhi ketentuan
mengeni materi uji,metode pengujian, tempat uji, penilaian dan asesor uji
kompetensi
Dalam
memperoleh uji kompetensi, telah mendapat izin dari lembaga sertifikasi profesi
sebagai pengakuan formal dari BNSP melalui proses akreditasi yang menyatakan
bahwa LSP telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi
profesi. Sertifikat kompetensi adalah
bukti pengakuan tertulis atas penguasaan
kompetensi kerja pada jenis profesi. Sertifikasi
kompetensi juga merupakan proses pemberian sertifikat kompetensi yang
dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu
pada standar kompetensi kerja baik yang bersifat nasional maupun internasional.
Beberapa
acuan sertifikasi kompetensi kerja sebagai berikut:
1. Sertifikasi
kompetensi kerja nasional dapat diakukan untuk unit kompetensi dan kualifikasi
profesi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja yang berlaku, bisa berupa
SKKNI yang ditetapkan oleh menakertrans, atau standar internassional atau
standar khusus yang telah diverifikasi.
2. Sertifikasi
kompetensi kerja dilaksanakan melalui uji kompetensi (assesmen). Dengan kata
lain pada saatnya nanti harus disiapkan asesor-asesor yang siap menguji
kompetensi pustakawan.
Sertifikasi
dapat dibedakan menjadi :
1. Sertifikasi
kompetensi profesi yang dilakukan oleh Lembaga SertifikasiPersonil/ Profesi dan
akan berlaku apabila masih berkompeten. Sertifikasi ini berlaku untuk kompetensi
yang dimiliki paling akhir (current competence).
2. Sertifikasi
untuk mendapat status profesi: dilakukan organisasi profesi, biasa disebut juga
lisensi/ registrasi profesi. Kadang lisensi ini dikeluarkan setelah yang bersangkutan
memiliki sertifikat nomor 1 di atas.
3. Sertifikat
pelatihan: oleh lembaga pelatihan, biasa disebut juga Certificate of attainment , berlaku selamanya. Sertifikasi yang
akan diberlakukan bagi pustakawan adalah sertifikasi terhadap
kompetensiprofesi. Sertifikasi ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme
pustakawan, menentukankelayakan seorang pustakawan dalam memberikan layanan
informasi, serta meningkatkan layanan perpustakaan. Sertifikasi juga akan
menghilangkan dikotomi pustakawan PNS dan pustakawan swasta. Para pustakawan
yang tersertifikasi akan memiliki kedudukan yang sama terhadap pengakuan
kemampuan mereka, karena sudah ada lembaga penjamin mutu (quality assurance).
Manfaat Sertifikas mengapa sertifikasi dianggap
begitu penting bagi suatu profesi? Sebelumnya sudah disebutkan bahwa sertifikat
kompetensi adalah bentuk pengakuan bahwa seseorang mampu melakukansuatu
pekerjaan. Ibarat Surat Ijin Mengemudikan (SIM) dimana pemegang SIM tersebut
sudah dianggap mampu dan mempunyai lisensi mengemudikan mobil. Di dunia
perpustakaan, sertifikasi bermanfaat untuk mengembangkan tenaga perpustakaan
sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak di antaranya :
1. Pustakawan
Bagi
pustakawan, sertifikasi menjadi bukti atau pengakuan terhadap kemampuan mereka.
Dengan sertifikat kompetensi, mereka dapat memilih peluang-peluang untuk
pengembangan karir yang cocok dan sesuai. Dengan demikian sertifikasi menjadi
sarana untuk meningkatkan jenjang karier dan memacu diri agar lebih profesional
dan mencapai hasil pekerjaan yang berkualitas serta dapat
dipertanggung-jawabkan. Adanya sertifikatkompetensi, para pustakawan akan
memiliki kepercayaan tinggi dalam melakukan penawaranposisi. Berbekal
sertifikat kompetensi pula , para pustakawan juga tidak akan canggung
berkomunikasi dengan rekan seprofesi.
2.
Lembaga Perpustakaan
Bagi lembaga perpustakaan, sertifikasi
sangat bermanfaat dalam melakukan rekruitmen pustakawan. Selama ini jaminan mutu
SDM lebih banyak dilakukan melalui sistem ijazah sekolah atau sertifikasi
pelatihan. Hal ini mengakibatkan seseorang lebih suka mengejar gelar dengan
cara instan daripada menambah pengetahuan. Namun pada kenyataannya lembaga
pendidikan masih banyak yang belum dapat dipercaya sebagai penjamin mutu,
terbukti biasanya pengguna tenaga kerja terpaksa melakukan testing sendiri
(baik dilakukan sendiri maupun dengan cara
outsourching) terhadap sejumlah besar pelamar, yang memakan biaya tidak
sedikit. Setelah itu masih harus dilakukan pelatihan pendahuluan yang juga
tidak murah biayanya. Hal tersebut juga terjadi di dunia perpustakaan.
Pustakawan yang selesai mengikuti pelatihan pun setelah kembali ke tempat kerja
ternyata masih banyak yang belum menunjukkan peningkatan kemampuan seperti yang
diharapkan (Kismiyati, 2008).
Selama
ini persyaratan pengalaman kerja selalu menjadi kendala bagi pencari kerja.
Pengalaman sebenarnya bukan jaminan mutu. Pengalaman adalah proksi atau
perwakilan perkiraan kemampuan. Dengan adanya sertifikasi kompetensi yang
menjamin kemampuan, persyaratan pengalaman menjadi kurang relevan lagi. Ke
depan, diharapkan dengan adanya sertifikasi, lembaga perpustakaan tidak sulit
mencari pustakawan yang kompeten. Cukup dengan menyebutkan jenis dan tingkat
sertifikasi pustakawan yang dibutuhkan, maka pustakawan yang dimaksud akan
segera didapatkan. Bahkan cukup hanya menyebutkan jenis dan tingkat sertifikasi
pustakawan tersebut. Oleh karena itu sertifikasi ini dapat menunjang pula
eksistensi kelembagaan yang menapung puskakawan yang kompeten.
Namun
pada kenyataanya sertifikasi perpustakaan masih buming di perbincangkan. Peraturan
pelaksanaan tindak lanjut UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, belum
muncul dalam wujud Peraturan Pemerintah khususnya mengenai pelaksanaan “isu
sertifikasi”. Namun pada awal 2012 ini sertifikasi pustakawan mulai di perhatikan
oleh pemerintah meskipun belum terealisasikan, tetapi paling tidak
profesi pustakawan sudah mendapat tempat di masyarakat dan menjadi agenda bagi
pemangku kebijakan. Pustakawan bisa menjadi tenaga pendidik dalam kiprahnya
untuk ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Perpustakaan harus menjadi
ruang publik untuk pembelajaran sepanjang hayat. sudah selayaknya pemerintah
memikirkan bahwa kompetensi para pustakawan Indonesia patut mendapatkan
apresiasi dengan disertifikasi. Hal ini untuk melindungi profesi pustakawan dan
tentunya untuk penjaminan kesejahteran.
BAB III
KESIMPULAN
Seorang
pustakawan harus bersikap profesional dalam mengelola perpustakaan artinya
bahwa seorang pustakawan harus mampu mengelola dan mengembangkan perpustakaan
dengan kompetensinya. Kompetensi menurut SKKNI DepNakertrans, 2012 adalah “suatu kemampuan menguasai dan menerapkan
pengetahuan, ketrampilan/keahlian dan sikap kerja tertentu di tempat kerja
sesuai dengan kinerja yang dipersyaratkan”. Jenis kompetensi tersebut dapat
dibedakan menjadi dua yaitu kompetensi profesional dan kompetensi personal.
Namun sampai saat ini standar kompetensi pustakawan di Indonesia masih dalam
proses penyusunan sehingga belum jelas pedoman apa yang dapat dijadikan acuan .
Kompetensi tersebut perlu ditingkatkan dengan adanya pengembangan karir.
Pengembangan karir ini dirasa penting bagi seorang pustakawan agar dapat
menghasilkan pustakawan yang berkualitas, profesional, bertanggung jawab, jujur
dan lebih mampu serta akuntabel dalam pemberian pelayanan publik. Kompetensi
yang baik itu dapat menunjang sertifikasi seorang pustakawan dimana sertifikasi
tersebut sebagai sarana pengakuan profesi kepustakawanan dan menjadi perwujudan
bukti kompetensi pustakawan dinyatakan dalam bentuk sertifikasi profesi. Oleh karena itu pustakawan perlu menyiapkan
diri untuk sertifikasi .Namun pada kenyataannya ,sertifikasi pustakawan ini
belum terwujud dalam peraturan pemerintah sehingga samapai saat ini sertifikasi
belum dapat terealisasikan dengan baik .
DAFTAR
PUSTAKA
Subrata
,Gatot . 2009. Upaya Pengembangan Kinerja
Pustakawan Perguruan Tinggi di Era Globalisasi Informasi .Yogyakarta :
Perpustakaan UM ,
Basuki,
Sulistyo. 1994. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Iskandar,
Ridwan . Pengembangan Karir . http://ridwaniskandar.files.wordpress.com
,tanggal 11/10/2012 pukul 9:31
UU RI No.25
TAHUN 2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan
Sekolah/Madrasah http://kelembagaan.pnri.go.id tanggal 11/10/2012 pukul
9:09
UU RI No.87
Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan
Fungsional http://www.pu.go.id ,tanggal 11/10/2012
pukul 11:04
UU No 64 Tahun 1992 tentang Perpanjangan Batas Usia
Pensiun Bagi Pegawai Negri Sipil yang menduduki jabatan pustakawan http://ropeg-kemenkes.or.id tanggal 11/10/2012 ,pukul 11:10
0 comments:
Posting Komentar