Postingan Populer

Senin, 20 Mei 2013

PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KARIER MENUJU SERTIFIKASI PUSTAKAWAN


Oleh : Heni Setiyaningsih
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Kepustakawanan atau dalam istilah asing dikenal dengan librarianships pada intinya adalah sebuah profesi, yaitu pustakawan. Undang-undang tentang perpustakaan muncul pada tahun 2007 yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007. Hal ini menjadi pemerhati bagi perpustakakan dan pustakawan di Indonesia karena dalam undang-undang tersebut pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan  serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan fasilitas serta layanan perpustakaan dengan baik.  Jadi seseorang yang berkompetensi dapat menjadi seorang pustakawan. Dalam undang-undang tersebut juga di sebutkan Tenaga perpustakaan terdiri dari pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan, Perpustakaan dipimpin oleh pustakawan atau tenaga ahli dalam bidang perpustakaan. , Standar tenaga perpustakaan (kualifikasi, kompetensi, dansertifikasi). Oleh karena itu pustakawan di tuntut untuk memiliki profesionalisme dalam bekerja. Sertifikasi merupakan instrumen untuk mengetahui kompetensi pustakawan dalam bekerja.
Dalam karya ilmiah yang berjudul “Pengembangan dan Pembinaan Karier Menuju Serifikasi Pustakawan” ini akan di bahas mengenai kompetensi  apa yang di butuhkan oleh seorang pustakawan agar dapat mengikuti sertifikasi sehingga dapat melakukan pengembangan kariernya, selain itu unsur dasar kompetensilah yang menjadi dasar dan syarat agar pustakawan bisa mengikuti sertifikasi. Dengan adanya sertifikasi diharapkan semua pihak baik pemberi sertifikasi dan penerima sertifikasi memahami betul perlunya tenaga  pustakawan yang kompeten di bidangnya untuk mengantar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang literatur yaitu bangsa yang cerdas, kritis dan etis. Program sertifikasi pustakawan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam rangka menuju terwujudnya pengakuan terhadap kompetensi dan profesionalisme pustakawan di Indonesia.   Melalui karya ilmiah ini diharapkan diperoleh gambaran yang terkait dengan isu dan permasalahan program sertifikasi pustakawan di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.2.   Rumusan masalah
Banyak persoalan yang muncul terkait dengan sertifikasi pustakawan untuk mengikuti sertifikasi pustakawan terkait dengan pengembangan karier karena banyaknya pertanyaan dan tantangan seperti :
a.       Kompetensi dasar apa yang harus di miliki pustakawan untuk dapat mengikuti program sertifikasi ?
b.      Apa pengembangan karier bagi pustakawan ?
c.       Bagaimana program sertifikasi pustakawan dan keterkait dengan isu ssertifikasi pustakawan ?
1.3.   Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penulisan ini bertujuan untuk
a.       Mengetahui apa saja kompetensi dasar dan pendidikan yang harus di miliki oleh seorang pustakawan agar dapat mengikuti program sertifikasi sehingga dapat meperoleh tunjangan yang lebih.
b.      Dapat mengetahui pengembangan karier dalam pustakawan.
c.       Untuk dapat mengetahui program sertifikasi seorang pustakawan dan dapat mengetahui apakah program sertifikasi masih dalam isu atau sudah terealisasikan.




1.4.   Tujuan
Manfaat dari penulisan ini adalah :
a.       Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis terkait dengan kompetensi dasar pustakawan, Pengembangan karier pustakawan, Program sertifikasi pustakawan dan untuk mengetahui program sertifikasi masih dalam isu atau tidak.
b.      Sebagai masukan untuk pemerintahan agar dapat memperhatikan sertifikasi pustakawan terkait isu-isu yang muncul.
c.       Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut oleh peneliti lainnya.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan dan Pembinaan karir menuju sertifikasi pustakawan sedang menjadi polemik bagi pustakawan saat ini. Masalah ini pernah di bahas pada seminar dalam artikelnya yang berjudul “isu sertifikasi pustakawan
Pengembangan karir seorang pustakawan sangat mendukung adanya sertifikasi. Pengembangan karir adalah akivitas-aktivitas untuk mempersiapkan seseorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan. Pustakawan telah diakui menjadi sebuah jabatan fungsional berdasarkan SK MENPAN No. 18 Tahun1988  . Jabatan fungsional keahlian dibagi ke dalam empat jenjang jabatan yaitu jenjang utama ,jenjang madya ,jenjang muda ,jenjang pertama . Menurut Undang-undang nomor 8 Tahun 1974 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian bahwa “Pengembangan PNS dalam jabatan di lingkungan instansi pemerintah dilakukan melalui jabatan karier yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional”.
            Amanat UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan menyatakan bahwa “Pustakawan harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan Standar Nasional Perpustakaan (SNPerp), yaitu: kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi”. Hasil dari sebuah kompetensi seorang pustakawan adanya sertifikasi tersebut. Sertifikasi dianggap penting bagi seorang pustakawan seperti yang diungkapkan oleh Titiek Kusmiyati dalam artikelnya “sertifikasi seperti sebuah  SIM dimana seorang pemegang SIM sudah dianggap mampu dan mempunyai lisensi mengemudikan mobil” . Di dunia perpustakaan ,sertifikasi bermanfaat untuk mengembangkan tenaga perpustakaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak .
            Peraturan Pemerintah No.23 tahun 2004 atas amanat UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ”Merupakan badan yang berwenang atas sertifikasi kompetensi”. Sertifikasi pustakawan sebagai perwujudan bukti kompetensi pustakawan dinyatakan dalam bentuk sertifikasi profesi.Di dalam pelaksanaan uji kompetensi dalam kerangka  sertifikasi harus ada Lembaga Sertifikasi Profesi ( LSP ) dan asosiasi profesi ( IP bisa diambil peran besar tentunya) dengan memperoleh lisensi untuk menguji kompetensi pustakawannya.
           
           

















BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kompetensi dasar pustakawan untuk dapat mengikuti program sertifikasi.
Pustakawan adalah PNS yang di beri tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukuan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi di instansi pemerintah atu unit tertentu ( Peraturan kepala Perpusnas No.2 th. 2008 ) sedangkan  Perpustakaan dikehendaki sebagai Institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekan secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka. Oleh karena itu pustakawan harus bersikap profesional dalam mengelola suatu perpustakaan. Seperti yang sudah tertuang dalam UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, yaitu “Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan”. Artinya pustakawan adalah pegawai yang mampu mengelola dan mengembangkan perpustakaan dengan kompetensinya. Kompetensi menurut SKKNI DepNakertrans, 2012 adalah suatu kemampuan menguasai dan menerapkan pengetahuan, ketrampilan/keahlian dan sikap kerja tertentu di tempat kerja sesuai dengan kinerja yang dipersyaratkan. Seorang pustakawan harus mempunyai kompetensi karena kompetensi dianggap penting sehingga para pimpinan perpustakaan mulai mensyaratkan kompetensi bagi pustakawan dengan tujuan:
1.      Menstimulasi layanan unggulan
2.      Menyediakan dokumen yang membantun pengembangan uraian tugas ( Job Description) dan sarana  mengevaluasi jawaban profesinya
3.      Memperbaharui antusiasme para pustakawan terhadap profesinya
4.      Membantu perencanaan program pengembangan pegawai secara berkelanjutan
5.      Menyediakan dokumen yang dapat digunakan dalam pengembangan kebijakan, terutama yang berhubungan dengan organisasi dan susunan pegawai perpustakaan
6.      Mengajarkan masyarakat lembaga pemerintahan dan lembaga donor tentang pentingnya keterampilan dan pengetahuan bagi pustakawan profesional (NJLA. 2005).
Kompetensi sangat erat kaitannya dengan kewenangan, orang yang kompeten adalah orang yang memiliki kemampuan dan sekaligus juga kewenangan. Untuk itu diperlukan komitmen dan kompetensi pustakawan untuk memenuhi harapan masyarakat pemustakanya. Jenis kompetensi dapat dibedakan menjadi dua  :
(a) Kompetensi fungsional yaitu pengetahuan pada sumber-sumber informasi, teknologi, manajemen, penelitian yang digunakan untuk menyediakan layanan.
(b) Kompetensi personal yaitu keterampilan, perilaku yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif sebagai komunikator, meningkatkan kemampuan dan dapat bertahan terhadap berubahan dan perkembangan jaman.
Dengan kompetensi tersebut pustakawan mampu membangun dan mengembangkan perpustakaan dapat tumbuh dimana-mana, membangun masyarakat yang cerdas, masyarakat pembelajar (learning society), artinya perpustakaan berperan ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu sudah sepatutnya pustakawan diberikan kesempatan untuk meniti karir sampai pada jenjang tertinggi Pustakawan Utama ( diangkat oleh Presiden) atau pangkat Pembina Utama (Golongan ruang IV/e), bahkan berdasarkan Keputusan Presiden No. 147 Tahun 2000 diberikan kesempatan perpanjangan Batas Uisa Pensiun (BUP) sampai 60 tahun bagi Pustakawan Madya, Pustakawan Muda dan Asisten Pustakawan Madya (sekarang Pustakawan Penyelia). Dan diperpanjang sampai dengan usia 65 tahun bagi Pustakawan Utama. Sudah selayaknya perlu dibangun karakter dan citra pustakawan terasa lebih baik tatkala seorang pustakawan mampu melaksanakan tugasnya secara rasional dan proporsional terhadap dukungan tugas pokok dan fungsinya dengan cara memiliki kompetensi dan berkompeten. Di sisi lain lembaga kerja perpustakaan tempat dimana pustakawan juga harus mengapresiasikan keberadaan pustakawan profesi. Merujuk implementasi Keputusan Presiden No. 87 Tahun 1999 tersebut diatas, sejatinya harus ada keserasian dan keselarasan antar pangkat, jabatan, usia, masa kerja, diklat dan potensinya, dengan kata lain setiap kenaikan pangkat harus diikuti kompensinya. Pustakawan adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana penyelenggara tugas utama kepustakawanan pada unit-unit perpustakan, dokumentasi dan informasi. Jadi semua yang menyangkut kehidupan sebuah perpustakaan sangat tergantung pada pustakawannya. Terutama jika pustakawan sudah dianggap atau diterima sebagai profesional, merekalah yang harus menentukan hidup matinya perpustakaan. Secara sederhana pustakawan seharusnya melakukan peran utama, dan tidak hanya sekedar melakukannya dengan benar namun terlebih melakukan yang benar dalam menjawab setiap perubahan kejadian. Namun sayangnya sampai saat ini standar kompetensi pustakawan di Indonesia masih dalam proses penyusunan sehingga belum jelas  pedoman yang dijadikan sebagai acuan untuk   kompetensi pustakawan seperti ukuran, sistem, aturan main, materi uji kompetensi dan sebagainya.
3.2  Pengembangan Karier pustakawan.
Karir adalah semua pekerjaan atau jabatan yang dipegang selama kehidupan kerja seseorang (Handoko, 2000:123). Jadi istilah karir tidak hanya berhubungan dengan individu yang mempunyai pekerjaan yang statusnya tinggi saja melainkan posisi pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh orang-orang selama riwayat pekerjaannya, tidak pandang tingkat pekerjaan atau tingkat organisasinya. Kemajuan karir seseorang dapat terwujud jika dia telah memahami tentang pengembangan karir. Pengembangan karir itu sendiri meliputi aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan seorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan dan diharapkan dengan adanya pengembangan karir seseorang akan mendapatkan hak-hak yang lebih baik dari apa yang diperoleh sebelumnya baik material maupun  nonmaterial. Setiap orang yang mempunyai pekerjaan diharapkan dapat mengembangkan karirnya dengan penyusunan prasyarat yang harus dimiliki oleh seseorang tersebut. Prasyarat tersebut harus memenuhi kriteria yang sudah ditentukan seperti: prestasi, bobot tugas/pekerjaan, adanya lowongan jabatan, efisien, dan lain-lain. Pengembangan karir ini pun juga dirasa penting bagi seorang pustakawan yang diharapkan dapat menghasilkan pustakawan yang berkualitas, profesional, bertanggung jawab, jujur dan lebih mampu serta akuntabel dalam pemberian pelayanan publik. Sebuah organisasi atau lembaga termasuk dalam hal ini perpustakaan dikatakan bermutu apabila kualitas pelayanan yang diberikan kepada publik telah memperoleh pengakuan dari masyarakat. Oleh karena pustakawan harus memahami standar perpustakaan dan standar pustakawaan serta mengaplikasikannya agar dapat mengembangkan kariernya.
Standar tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan, tenaga teknis perpustakaan dan tenaga ahli perpustakaan. Untuk menjadi seorang kepala perpustakaan diharapkan seseorang menjabat sebagai pustakawan atau setidak-tidaknya menjadi tenaga ahli perpustakaan. Sedangkan tenaga teknis perpustakaan itu biasanya diambil dari seseorang nonpustakawan dapat juga pustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan.
Standar seorang pustakawan sebagai berikut:
·         Pustakawan harus memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) di bidang perpustakaan dari perguruan tinggi yang terakreditasi.
·         Seseorang yang memiliki kualifikasi akademik serendah-rendahnya sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) di luar bidang perpustakaan dari perguruan tinggi yang terakreditasi juga dapat menjadi pustakawan setelah lulus pendidikan dan pelatihan bidang perpustakaan.
·         Pendidikan dan pelatihan di bidang perpustakaan diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional atau lembaga lain yang diakreditasi oleh Perpustakaan Nasional atau lembaga sertifikasi yang diatur oleh Perpustakaan Nasional RI.
·         Pustakawan harus memiliki kompetensi profesional yang mencakup aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja, dan kompetensi personal yang mencangkup aspek kepribadian dan interaksi sosial. Dan jika seorang pustakwana memiliki kompetensi tersebut akan mendapat penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial yang sudah ditetapkan di peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.
·         Pustakawan harus memiliki sertifikat kompetensi kepustakawanan yang diberikan oleh lembaga sertifikasi mandiri atau lembaga pendidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI.
Standar seorang kepala perpustakaan sebagai berikut:
·         Kepala perpustakaan harus mempunyai tugas memimpin, mengelola, dan mengembangkan perpustakaan dan memiliki kompetensi profesional, kompetensi personal, kompetensi manajerial, dan kompetensi kewirausahaan sesuai dengan jenis perpustakaan.
·         Kepala Perpustakaan Nasional, perpustakaan provinsi, perpustakaan kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi adalah pustakawan atau tenaga ahli di bidang perpustakaan.

·         Kriteria kepala perpustakaan sebagai berikut :

a. memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau Diploma IV (D-IV) untuk perpustakaan provinsi dan kabupaten/kota, magister (S-2) untuk perpustakaan perguruan tinggi dan Perpustakaan Nasional;
b. memiliki pengalaman bekerja di perpustakaan sekurang-kurangnya 5 tahun kecuali 10 tahun untuk Perpustakaan Nasional;
c. menguasai bahasa Inggris baik lisan maupun tertulis;
d. menguasai teknologi informasi;

Standar tenaga ahli perpustakaan sebagai berikut:
·         Tenaga ahli di bidang perpustakaan adalah pustakawan yang memiliki kapabilitas (kemampuan dan kecakapan dalam bidang perpustakaan), integritas (keadaan yang mewujudkan suatu kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan di bidang perpustakaan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran, dan kesetiaan), dan kompetensi (kemampuan yang mencakup aspek pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap kerja yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau lembaga pendidikan yang terakreditasi di bidang perpustakaan).
·         Kemampuan dan kecakapan dalam bidang perpustakaan harus diperoleh dari pendidikan paling rendah S-1 (strata satu), dan pengalaman bekerja di perpustakaan minimal 5 (lima) tahun.
Standar tenaga teknis perpustakaan :
·         Tenaga teknis perpustakaan harus melaksanakan kegiatan yang bersifat membantu pekerjaan fungsional yang dilaksanakan pustakawan, serta melaksanakan pekerjaan perpustakaan lainnya.
·         Tenaga teknis perpustakaan terdiri atas tenaga teknis komputer, tenaga teknis audio visual, tenaga teknis ketatausahaan, tenaga teknis asisten perpustakaan, dan/atau tenaga teknis lainnya yang diatur oleh peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.
·         Tenaga teknis perpustakaan memiliki kualifikasi akademik paling rendah diploma II (D-II) ditambah pendidikan dan/atau pelatihan sesuai bidang tugasnya.
·         Tenaga teknis perpustakaan harus memiliki kompetensi profesional (aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja) dan kompetensi personal (aspek kepribadian dan interaksi sosial) yang kedepannya akan memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
·         Tenaga teknis perpustakaan harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan bidang tugasnya yang diberikan oleh lembaga sertifikasi mandiri atau lembaga pendidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI.

3.3  Program sertifikasi pustakawan.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui asesmen kerja nasional Indonesia atau internasional yang berpedoman BNSP 202 Rev.2-2009. Bagi pustakawan yang melalui proses sertifikasi dan lulus uji kompetensi kepada mereka akan diberikan sertifikat. Oleh karena itu Kemudian ada beberapa pertimbangan sebagai tindak lanjut sertifikasi pustakawan yang diperoleh dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yaitu: Sertifikasi pustakawan sebagai  perwujudan bukti kompetensi pustakawan dinyatakan dalam bentuk sertifikasi profesi. Didalam pelaksanaan uji kompetensi dalam kerangka sertifikasi harus ada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), dan Asosiasi Profesi (Ilmu Perpustakaan bisa ambil peran besar tentunya) dengan memperoleh lisensi untuk menguji kompetensi pustakawan.
Pelaksanaan uji kompetensi, sebagai berikut :
1)      Uji kompetensi dalam rangka sertifikasi kompetensi kerja dilakukan oleh LSP yang telah memiliki lisensi dari BNSP
2)      Dalam hal LSP untuk bidang profesi tertentu belum terbentuk, uji  kompetensi dan sertifikasi kompetensi dilakukan oleh BNSP dengan membentuk panitia teknis
3)      Pelaksaaan sertifikasi kompetensi dimaksud ayat (1) dan (2), harus memenuhi ketentuan mengeni materi uji,metode pengujian, tempat uji, penilaian dan asesor uji kompetensi  
Dalam memperoleh uji kompetensi, telah mendapat izin dari lembaga sertifikasi profesi sebagai pengakuan formal dari BNSP melalui proses akreditasi yang menyatakan bahwa LSP telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi profesi. Sertifikat kompetensi adalah bukti pengakuan tertulis atas penguasaan  kompetensi kerja pada jenis profesi. Sertifikasi kompetensi juga merupakan proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu pada standar kompetensi kerja baik yang bersifat nasional maupun internasional.
Beberapa acuan sertifikasi kompetensi kerja sebagai berikut:
1.      Sertifikasi kompetensi kerja nasional dapat diakukan untuk unit kompetensi dan kualifikasi profesi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja yang berlaku, bisa berupa SKKNI yang ditetapkan oleh menakertrans, atau standar internassional atau standar khusus yang telah diverifikasi.
2.      Sertifikasi kompetensi kerja dilaksanakan melalui uji kompetensi (assesmen). Dengan kata lain pada saatnya nanti harus disiapkan asesor-asesor yang siap menguji kompetensi pustakawan.

Sertifikasi dapat dibedakan menjadi :
1.      Sertifikasi kompetensi profesi yang dilakukan oleh Lembaga SertifikasiPersonil/ Profesi dan akan berlaku apabila masih berkompeten. Sertifikasi ini berlaku untuk kompetensi yang dimiliki paling akhir (current competence).
2.      Sertifikasi untuk mendapat status profesi: dilakukan organisasi profesi, biasa disebut juga lisensi/ registrasi profesi. Kadang lisensi ini dikeluarkan setelah yang bersangkutan memiliki sertifikat nomor 1 di atas.
3.      Sertifikat pelatihan: oleh lembaga pelatihan, biasa disebut juga Certificate of attainment , berlaku selamanya. Sertifikasi yang akan diberlakukan bagi pustakawan adalah sertifikasi terhadap kompetensiprofesi. Sertifikasi ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme pustakawan, menentukankelayakan seorang pustakawan dalam memberikan layanan informasi, serta meningkatkan layanan perpustakaan. Sertifikasi juga akan menghilangkan dikotomi pustakawan PNS dan pustakawan swasta. Para pustakawan yang tersertifikasi akan memiliki kedudukan yang sama terhadap pengakuan kemampuan mereka, karena sudah ada lembaga penjamin mutu (quality assurance).
Manfaat Sertifikas mengapa sertifikasi dianggap begitu penting bagi suatu profesi? Sebelumnya sudah disebutkan bahwa sertifikat kompetensi adalah bentuk pengakuan bahwa seseorang mampu melakukansuatu pekerjaan. Ibarat Surat Ijin Mengemudikan (SIM) dimana pemegang SIM tersebut sudah dianggap mampu dan mempunyai lisensi mengemudikan mobil. Di dunia perpustakaan, sertifikasi bermanfaat untuk mengembangkan tenaga perpustakaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak di antaranya :


1.      Pustakawan
Bagi pustakawan, sertifikasi menjadi bukti atau pengakuan terhadap kemampuan mereka. Dengan sertifikat kompetensi, mereka dapat memilih peluang-peluang untuk pengembangan karir yang cocok dan sesuai. Dengan demikian sertifikasi menjadi sarana untuk meningkatkan jenjang karier dan memacu diri agar lebih profesional dan mencapai hasil pekerjaan yang berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan. Adanya sertifikatkompetensi, para pustakawan akan memiliki kepercayaan tinggi dalam melakukan penawaranposisi. Berbekal sertifikat kompetensi pula , para pustakawan juga tidak akan canggung berkomunikasi dengan rekan seprofesi.
2. Lembaga Perpustakaan
        Bagi lembaga perpustakaan, sertifikasi sangat bermanfaat dalam melakukan rekruitmen pustakawan. Selama ini jaminan mutu SDM lebih banyak dilakukan melalui sistem ijazah sekolah atau sertifikasi pelatihan. Hal ini mengakibatkan seseorang lebih suka mengejar gelar dengan cara instan daripada menambah pengetahuan. Namun pada kenyataannya lembaga pendidikan masih banyak yang belum dapat dipercaya sebagai penjamin mutu, terbukti biasanya pengguna tenaga kerja terpaksa melakukan testing sendiri (baik dilakukan sendiri maupun dengan cara  outsourching) terhadap sejumlah besar pelamar, yang memakan biaya tidak sedikit. Setelah itu masih harus dilakukan pelatihan pendahuluan yang juga tidak murah biayanya. Hal tersebut juga terjadi di dunia perpustakaan. Pustakawan yang selesai mengikuti pelatihan pun setelah kembali ke tempat kerja ternyata masih banyak yang belum menunjukkan peningkatan kemampuan seperti yang diharapkan (Kismiyati, 2008).
        Selama ini persyaratan pengalaman kerja selalu menjadi kendala bagi pencari kerja. Pengalaman sebenarnya bukan jaminan mutu. Pengalaman adalah proksi atau perwakilan perkiraan kemampuan. Dengan adanya sertifikasi kompetensi yang menjamin kemampuan, persyaratan pengalaman menjadi kurang relevan lagi. Ke depan, diharapkan dengan adanya sertifikasi, lembaga perpustakaan tidak sulit mencari pustakawan yang kompeten. Cukup dengan menyebutkan jenis dan tingkat sertifikasi pustakawan yang dibutuhkan, maka pustakawan yang dimaksud akan segera didapatkan. Bahkan cukup hanya menyebutkan jenis dan tingkat sertifikasi pustakawan tersebut. Oleh karena itu sertifikasi ini dapat menunjang pula eksistensi kelembagaan yang menapung puskakawan yang kompeten.
Namun pada kenyataanya sertifikasi perpustakaan masih buming di perbincangkan. Peraturan pelaksanaan tindak lanjut UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, belum muncul dalam wujud Peraturan Pemerintah khususnya mengenai pelaksanaan “isu sertifikasi”. Namun pada awal 2012 ini sertifikasi pustakawan mulai di perhatikan oleh pemerintah meskipun belum terealisasikan, tetapi paling tidak profesi pustakawan sudah mendapat tempat di masyarakat dan menjadi agenda bagi pemangku kebijakan. Pustakawan bisa menjadi tenaga pendidik dalam kiprahnya untuk ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Perpustakaan harus menjadi ruang publik untuk pembelajaran sepanjang hayat. sudah selayaknya pemerintah memikirkan bahwa kompetensi para pustakawan Indonesia patut mendapatkan apresiasi dengan disertifikasi. Hal ini untuk melindungi profesi pustakawan dan tentunya untuk penjaminan kesejahteran.








BAB III
KESIMPULAN
           
Seorang pustakawan harus bersikap profesional dalam mengelola perpustakaan artinya bahwa seorang pustakawan harus mampu mengelola dan mengembangkan perpustakaan dengan kompetensinya. Kompetensi menurut SKKNI DepNakertrans, 2012 adalah “suatu kemampuan menguasai dan menerapkan pengetahuan, ketrampilan/keahlian dan sikap kerja tertentu di tempat kerja sesuai dengan kinerja yang dipersyaratkan”. Jenis kompetensi tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu kompetensi profesional dan kompetensi personal. Namun sampai saat ini standar kompetensi pustakawan di Indonesia masih dalam proses penyusunan sehingga belum jelas pedoman apa yang dapat dijadikan acuan . Kompetensi tersebut perlu ditingkatkan dengan adanya pengembangan karir. Pengembangan karir ini dirasa penting bagi seorang pustakawan agar dapat menghasilkan pustakawan yang berkualitas, profesional, bertanggung jawab, jujur dan lebih mampu serta akuntabel dalam pemberian pelayanan publik. Kompetensi yang baik itu dapat menunjang sertifikasi seorang pustakawan dimana sertifikasi tersebut sebagai sarana pengakuan profesi kepustakawanan dan menjadi perwujudan bukti kompetensi pustakawan dinyatakan dalam bentuk sertifikasi profesi.  Oleh karena itu pustakawan perlu menyiapkan diri untuk sertifikasi .Namun pada kenyataannya ,sertifikasi pustakawan ini belum terwujud dalam peraturan pemerintah sehingga samapai saat ini sertifikasi belum dapat terealisasikan dengan baik .




DAFTAR PUSTAKA

Subrata ,Gatot . 2009. Upaya Pengembangan Kinerja Pustakawan Perguruan Tinggi di Era Globalisasi Informasi .Yogyakarta : Perpustakaan UM ,
Basuki, Sulistyo. 1994. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Iskandar, Ridwan . Pengembangan Karir . http://ridwaniskandar.files.wordpress.com ,tanggal 11/10/2012 pukul 9:31
Damandiri . Pengembangan Karir . http://www.damandiri.or.id .tanggal 11/10/2012 pukul 9:31
UU RI No.25 TAHUN 2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah http://kelembagaan.pnri.go.id tanggal 11/10/2012 pukul 9:09
UU RI No.87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional  http://www.pu.go.id ,tanggal 11/10/2012 pukul 11:04
SKKNI Depnakertrans tahun 2012 , www.infokursus.net ,tanggal 11/10/2012 ,pukul 12:59
UU No 64 Tahun 1992 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun Bagi Pegawai Negri Sipil yang menduduki jabatan pustakawan  http://ropeg-kemenkes.or.id tanggal 11/10/2012 ,pukul 11:10
STANDART NASIONAL PERPUSTAKAAN Tahun 2009, www.kelembagaan.pnri.go.id tanggal 16/10/2012 pkl 16:13


0 comments:

Posting Komentar